Tuan Rumah Sepak Boma U20 Dan Sikap INDONESIA Oleh Dr. Usmar. S.E.,M.M

IMG-20230402-WA0010

Jakarta,SuaraNusantara.net KETIKA akhirnya FIFA mencabut hak Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia sepakbola Usia 20, memunculkan berbagai reaksi dan sikap anak bangsa Indonesia dari kejadian ini.

Ada yang berduka karena kehilangan peluang untuk unjuk prestasi dalam kompetisi sepak bola level dunia, ada yang menyayangkan bahwa kehilangan kesempatan sebagai penyelenggara even besar tersebut, ada juga yang memaki politisi yang dianggap penyebab dari keputusan FIFA tersebut, dan ada juga yang mencoba memahami sikap pemerintah tersebut dari perspektif kemanusiaan sesuai dengan konstitusi Indonesia.

Atas berbagai peristiwa tersebut, bagaimana kita dapat mengetahui apa yang sebenarnya menyebabkan dan melatar belakangi sikap pemerintah dan beberapa figur pimpinan daerah seperti Gubernur Bali Wayan Coster, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan sebagainya yang beropini tentang penolakan ke ikutsertaan Israel dalam event piala dunia U 20 ini.

Konsekuensi sebagai penyelenggara piala dunia U-20 ini, Indonesia wajib menyediaan infrastruktur, teknologi, kualitas rumput, stadion tanpa track lari, dengan ketersediaan minimal 45 ribu kursi penonton.

*Dampak Ekonomi*

Perhelatan event Piala Dunia seperti U-20 ini, memiliki multiplier effect yang besar terhadap ekonomi negara penyelenggara.

Indonesia sebagai negara penyelenggara diperkirakan mengeluarkan biaya untuk belanja modal penyelenggaraan Piala Dunia U-20 2023 sekitar Rp.1,389 Triliun. Ini dapat kita telusuri dari pernyataan yang disampaikan oleh beberapa pihak, seperti :

– Komite Eksekutif PSSI Yoyok Sukawi pada Juli 2020 mengatakan bahwa pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp.400 miliar.

– Menpora Zainudin Amali pada Juni 2022 sebesar Rp500 miliar untuk persiapan Piala Dunia U-20.

– Kementerian PUPR turut menyuntik dana sebesar Rp489 miliar untuk renovasi stadion.

Adapun potensi ekonomi yang akan diperoleh negara penyelenggara juga sangat besar, dari banyaknya jumlah pelancong berbagai negara yang akan menyaksikan pertandingan piala dunia U-20 ini.

Perkiraan dari Ekonom Institute for Development of Economic Studies (Indef) Nailul Huda jika ajang Piala Dunia U-20 ini terselenggara, potensi nilai tambah ekonomi antara Rp 125 -188 triliun.

Sebagai komparasi, saat Brazil menjadi tuan rumah Piala Dunia pada 2014, terjadi lonjakan turis yang datang sebesar 10,6% menjadi 6,43 juta orang. Begitu juga saat Qatar sebagai penyelenggara Piala Dunia 2022, jumlah turis yang datang ke Qatar sebesar 2,56 juta orang, yang sebelumnya di tahun 2021 hanya sebanyak 610 ribu orang. Tentu kedatangan para turis ini berpotensi meningkatkan pendapatan ekonomi negara penyelenggara, dari biaya yang harus di keluarkan oleh para turis ini selama kunjungan dan tinggal di negara tersebut.

Perlu kita sampaikan disini, persoalannya di negara kita adalah karena ada paying hukum yang melarang keterlibatan Israel di Indonesia, sebagaimana tercantum secara eksplisit dalam Peraturan Menteri Luar Negeri RI No.3 TAHUN 2019 Tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah.

Pada Bab X Hal Khusus Permenlu No.3 Tahun 2019 pada Point B Hubungan RI – Israel pasal 150* yang berbunyi
“Sampai saat ini Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatic dengan Israel, dan menentang penjajahan Israel atas wilayah dan bangsa Palestina, karenanya Indonesia menolak segala bentuk hubungan resmi dengan Israel”.

Sedangkan di Pasal 151 berbunyi :
“Dalam melakukan hubungan dengan Israel, kiranya perlu diperhatikan prosedur yang ada dan selma ini masih berlaku:
a. Tidak ada hubungan secara resmi antara pemerintah Indonesia dalam setiap tingakatan dengan Israel, termasuk dalam surat menyurat dengan menggunakan kop resmi;

b. Tidak menerima Delegasi Israel secara resmi dan ditempat resmi;

c. Tidak diiznkan pengibaran / penggunaan bendera, lambang dan atribut lainnya serta pengumandangan lagu kebangsaan Israel di wilayah republik Indonesia.

Tentu dapat kita bayangkan bagaimana nantinya jika Israel tetap di ikut sertakan namun tidak dapat mengibarkan panji dan identitas negara mereka. Dan pasti hal ini akan di tolak oleh FIFA sebagai lembaga tertinggi sepak bola dunia memiliki anggota sebanyak 211 negara yang wajib memberikan hak yang sama kepada seluruh peserta.
Disisi lain, jika daerah sebagai tuan rumah tetap menyelenggarakan, maka ini jelas melanggar Konstitusi, tentu ada konsekuensi politik bagi pimpinan daerah yang menyelenggarakan kegiatan yang melanggar ketentuan konstitusi yang mungkin saja dapat di gugat oleh pihak yang tidak menerima hal tersebut.

Terjadinya pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggara Piala Dunia U-20 oleh FIFA, tentu sangatlah disesalkan dan merugikan Indonesia. Mulai dari kehilangan momentum atlit muda sepak bola kita untuk menunjukkan bakat dan kemampuannya di level dunia, kita juga akan kehilangan uang dan tenaga yang telah dikeluarkan serta potensi ekonomi yang akan diperoleh dari ajang ini. Selain tentunya mencederai citra Indonesia di mata dunia, khususnya dalam bidang olahraga.
Karena itu, yang perlu menjadi perhatian khusus pemerintah dan negara Republik Indonesia, agar ini menjadi sebuah pembelajaran yang keras dan berharga.
Jika kita ingin ikut dalam berbagai event berskala Dunia yang pasti akan melibatkan berbagai negara di dunia ini, tak terkecuali Israel, maka WAJIB hukumnya memeriksa ulang dan memperhatikan segala peraturan dan undang-undang yang berlaku. Mungkin meski tanpa mengurangi sekecil apapun tentang makna kemerdekaan dan kemanusiaan, dapat dilakukan adjusment peraturan dalam konteks kekinian.(Red)

TERKINI LAINNYA