Penolakan, Bahkan Penghapusan “Israel” adalah Amanat Konstitusi
Sederet perkembangan terbaru di Indonesia memunculkan kembali isu Palestina ke tengah masyarakat. Sesuatu yang patut disyukuri sebenarnya, karena isu itu memanggil nurani kita untuk hidup dan merespon masalah penting di dunia ini yang senantiasa diupayakan untuk dikubur oleh para musuh kemanusiaan. Tujuan mereka mengubur masalah Palestina adalah agar dunia bersikap apatis, atau bahkan bersikap negatif, terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina dari penjajahan zionis “Israel”.
Nyatanya, keberadaan entitas zionis yang menyebut dirinya “Israel” itu adalah sebuah anomali dalam sejarah peradaban. Sebab, entitas itu menjadi satu-satunya yang eksis dengan menjajah Palestina. Kolonialisme zionis berbeda dengan penjajahan yang pernah dialami bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Kolonialisme “Israel” bukan dilakukan oleh suatu negara imperial induk seperti Belanda atau Inggris. Kolonialisme zionis itu dipraktikkan oleh sekawanan “pengungsi” yang datang dari berbagai negara di Eropa yang kemudian membantai dan mengusir penduduk asli tanah Palestina. Lalu di atas tanah rampasan itu, mereka mendirikan sepihak, sebuah “negara” yang disebut “Israel” pada 1948.
Karena itu, perlu ditekankan prinsip bahwa seluruh perkara yang berhubungan dengan rezim dan entitas zionis “Israel” adalah kolonial, kriminal, dan ilegal. Karena itu, masih eksisnya entitas zionis itu di masa kini tak lebih dari noda dan skandal terbesar dalam sejarah umat manusia. Pada saat bersamaan, eksistensi ilegal zionis menjadi batu sandungan terbesar dalam upaya penghapusan penjajahan di muka bumi ini. Maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa kemerdekaan Palestina adalah mahkota dan cita-cita perjuangan global dalam melawan penjajahan.
Sayangnya, perlindungan serta cek kosong yang diberikan kepada “Israel” oleh kekuatan arogan dunia, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya, memaksa banyak negara di dunia untuk mengakui “Israel” sebagai negara berdaulat. Minimal, mereka diintimidasi untuk bersikap diam atas kejahatan demi kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh razim zionis itu setiap harinya terhadap bangsa Palestina.
Anehnya, sebagian negara Islam malah menormalisasi hubungan dengan entitas ilegal tersebut sebagaimana yang diambisikan negara-negara barat. Padahal, menjalin normalisasi sama saja dengan mengakui dan melegalisasi sistem penjajahan. Bahkan sikap diam sekalipun merupakan pengakuan dan legalisasi tak langsung terhadap sistem penjajahan.
Sebagai bangsa dan negara yang merdeka dari penjajahan, Indonesia tentu memiliki posisi, intuisi, hingga konstitusi yang bercorak anti kolonialisme, baik dalam skala nasional maupun internasional. Tentunya, kedaulatan serta kemerdekaan bangsa dan negara kita tidak hanya bergantung pada faktor eksternal berupa pengakuan khalayak internasional secara formal, tapi juga bergantung pada faktor internal berupa konsistensi hingga rumusan konstitusi yang anti terhadap penjajahan dan campur tangan asing.
Indonesia adalah negara berdaulat yang berbasiskan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga tidak hanya berhenti pada kemerdekaan dirinya, melainkan akan terus proaktif berjuang menghapuskan penjajahan di muka bumi berdasarkan amanat UUD 1945.
Penghapusan penjajahan meniscayakan penghapusan seluruh entitas yang disebut “Israel” itu sendiri. Maka dari itu, doktrin “Solusi Dua Negara” atau Two States Solution yang diinisiatifkan barat sekaitan dengan masalah Palestina, dari segala aspeknya sangat absurd dan hanya berupa manipulasi diplomatik bahwa yang terjadi di Palestina hanyalah konflik dan rebutan tanah, untuk mengaburkan fakta penjajahan rezim zionis “Israel” terhadap bangsa dan negara Palestina yang berdaulat, yang meliputi seluruh wilayah dari sungai Yordan hingga laut Mediterania: from the river to the sea. Sudah saatnya pemerintah Republik Indonesia meninggalkan ide ganjil ini dan mengusung kemerdekaan sejati bangsa Palestina di seluruh wilayah historis Palestina.
Sebagian kalangan mengatakan bahwa negara ilegal “Israel” itu tidak akan dapat dihapus karena sudah terlanjur berdiri. Tapi, kenyataan di masa kini menunjukkan bahwa eksistensi “Israel” berdiri di atas pondasi yang sangat ringkih dan seluruhnya artifisial. Entitas dan rezim zionis “Israel” yang dipaksakan bercokol di Palestina bukan hanya ilegal tapi juga sangat rapuh, sehingga ditakdirkan untuk mengalami kepunahan dari dalam, dan anggapan sebagai “kekuatan yang tak terkalahkan” hanyalah mitos belaka. Inilah yang kita saksikan hari ini, di mana “rakyat Israel” sendiri gamang terhadap masa depan proyek kolonialisme “negara Yahudi” itu, sedangkan pemerintahannya kian hari kian ekstrim, sikapnya makin ganas dari tahun ke tahun.
Negara dan bangsa Indonesia justru memikul tanggung jawab konstitusional untuk mempercepat kepunahan itu, yaitu terhapusnya entitas kolonial dan negara palsu “Israel” serta dikembalikannya seluruh wilayah Palestina kepada yang berhak, yaitu bangsa Palestina. Semua gelagat normalisasi dengan “Israel” juga jelas-jelas bertolak belakang dengan konstitusi kita, sedangkan segala penolakan terhadap “Israel” justru merupakan sikap yang konstitusional, sekaligus wajib diupayakan secara kompak dan konsisten sampai Palestina merdeka.(Red)